INFOFAKTUAL.ID, KENDARI – Hampir setahun lamanya, perjuangan seorang buruh perempuan bernama Agus Mariana terhenti di pintu buntu peradilan.
Meski Mahkamah Agung (MA RI) telah memenangkan gugatannya dan memerintahkan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) membayar pesangon sebesar Rp212 juta, haknya tak kunjung diberikan.
Alih-alih menerima keadilan, Agus justru mendekam di balik jeruji besi akibat laporan balik dari perusahaan tempatnya bekerja. Nasib tragis ini menyulut kemarahan Garda Muda Anoa (GMA) Sultra yang menilai Pengadilan Negeri (PN) Kendari gagal menjalankan amanat hukum.
Direktur Eksekutif GMA Sultra, Muh Ikbal Laribae, kepada awak media, Sabtu (6/9/2025), menegaskan bahwa Putusan MA adalah puncak peradilan, bersifat final dan mengikat. Tapi PN Kendari membiarkan PT WIN mengangkangi hukum.
“Ini bukan sekadar kelalaian, ini pengkhianatan terhadap buruh dan rakyat,” tegas Ikbal Laribae.

Kisah Agus Mariana bermula sejak 2023, ketika ia menggugat hak-haknya sebagai buruh yang diabaikan perusahaan. Gugatan itu dikabulkan PN Kendari pada Juli 2024.
Perusahaan sempat mengajukan kasasi, namun pada 26 September 2024 MA RI menolak permohonan tersebut dan menghukum PT WIN membayar pesangon, penghargaan masa kerja, serta penggantian hak lainnya. Sayangnya, hingga kini putusan itu hanya tinggal kertas tanpa makna.
“Buruh miskin seperti Agus Mariana dipenjara, sementara korporasi yang kalah hukum dilindungi. Ini wajah telanjang peradilan kita,” kecam Ikbal.
Bagi GMA, sikap bungkam PN Kendari bukan hanya melukai hati buruh, tapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
“Jika hukum bisa dibeli, rakyat kecil akan selalu jadi korban. Dan keadilan hanya akan mati pelan-pelan di pengadilan negeri sendiri,” tutup Ikbal. (Red)